Geopark Kaldera Toba akan Mampu Saingi Shirakawa Meraih 1,8 Juta Wisman Per Tahun
Medan (SIB)– Pemerhati pariwisata di Sumut dari berbagai kalangan kembali mengangkat wacana agar Danau Toba ke depan sebaiknya dikelola oleh lembaga atau semacam badan otorita, tertutama jika lolos menjadi salah satu taman bumi (geopark) yang akan diputuskan Unesco PBB pada 2015 mendatang.
Mantan anggota DPRD Sumut Drs Richard EM Lingga selaku pemerhati pariwisata Danau Toba dan Mangaliat Simarmata SH dari Earth Society (ES) Medan secara terpisah menyebutkan, jika nantinya Danau Toba ditetapkan sebagai Geopark Kaldera Toba akan langsung mendorong percepatan pembangunan lintas sektoral di kawasan Danau Toba, mulai dari infrastruktur, tata ruang, aksesibilitas yang serta merta menjadi instrumen pengembangan bisnis atau potensi pariwisata daerah ini.
“Penetapan Danau Toba sebagai Geopark Kaldera Toba yang terdaftar di GGN UNESCO (PBB) nantinya, otomatis akan membuka peluang pengelolaan dan manajemen kawasan secara terpadu dengan satu badan otorita. Sehingga, Danau Toba sebagai warisan geologi kelas dunia, yang berbasis budaya dan lingkungan hidup, plus kekayaan aneka hayati dan kearifan lokal, akan bisa menyaingi objek wisata seperti Shirakawa yaitu satu desa kuno peninggalan sejarah dan budaya yang serba asri dengan tatanan lingkungan hidup di Jepang,” ujar Richard Lingga kepada SIB, Kamis (20/11).
Mantan legislatif yang kritis terhadap kondisi lingkungan hidup Danau Toba akibat indikasi pencemaran oleh limbah PT Aquafarm Nusantara selama ini, juga menegaskan objek wisata berbasis kearifan budaya lokal dan keindahan panorama lingkungan hidup (geowisata) seperti Danau Toba, sejak awal harusnya sudah dikelola secara otorita yang permanen agar cepat menjadi destinasi andalan yang bisa meraih kunjungan turis asing sedikitnya 1 juta orang per tahun, atau 3-4 kali lipat dari jumlah Wisman ke Sumut selama ini.
Danau Toba sebagai objek geowisata multipotensi yang menjadi salah satu ‘kandidat’ geopark dunia saat ini, secara potensi tak jauh beda dengan objek geowisata Shirakawa di Jepang. Sembari mengamati foto Desa Limbong Sagala di kawasan Danau Toba (Kabupaten Samosir) yang sangat mirip seperti kembaran Desa Shirakawa. Richard menyebutkan Shirakawa desa terpencil Jepang itu mampu meraih kunjungan turis manca negara sebanyak 1,8 juta hingga 2 juta orang per tahunnya. Shirakawa itu dikelola secara khusus yang mirip otorita, sehingga warga desa sekitarnya sejahtera dan desa itu maju tapi tetap mempertahankan bangunan rumah-rumah tradisionil kunonya.
Hal senada juga dicetuskan Mangaliat Simarmata usai mengikuti rapat kordinasi dengan anggota Tim Percepatan Danau Toba menuju Geopark Dunia, Ir Gagarin Sembiring (ketua DPD Ikatan Ahli Geologi Indonesia–IAGI Sumut), bahwa Danau Toba sebagai objek geowisata, harusnya sejak dulu juga sudah ditetapkan sebagai objek kelolaan badan otorita, sehingga Danau Toba bisa terkelola sebagai objek geowisata primer dalam agenda pariwisata nasional sebelum mencapai objek geopark dunia.
“Kita sudah lihat dan tahu persis bagaimana pengelolaan pariwisata Danau Toba yang dikendalikan ‘banyak tangan’ selama ini, karena terletak di antara delapan kabupaten dengan gaya pemerintahan masing-masing. Danau Toba baru akan bisa ‘hidup’ sebagai objek wisata bernilai ekonomi dalam arti sebenarnya, bila dikelola secara khusus dengan pembentukan badan atau lembaga otorita. Kalau tidak, Danau Toba akan begini-begini terus, kunjungan Wisman-nya masih di bawah angka 300.000 orang, dari tahun ke tahun, walaupun Danau Toba selalu masuk daftar publikasi tingkat dunia,” ujar Mangaliat, prihatin.
Soal kunjungan Wisman ke Sumut selama ini, Kepala Dinas Pariwisata & Budaya Provinsi Sumut, Elias Marbun SE MSi didampingi Kepala Bidang Pemasaran Drs Muchlis MM, membenarkan angka kunjungan Wisman ke Sumut memang masih di bawah 300.000 orang per tahunnya, khususnya hampir satu dekade ini.