Berita SamosirBudaya dan TaromboPendidikan dan Pengembangan SDM

Mau Tahu? Ini Cara Cepat Belajar Aksara Batak Toba

Medan, SIMARMATA.or.id – Font Aksara Batak sendiri telah dibuat sesuai font yang digunakan dalam berbagai buku pustaha, atau buku Laklak yang ditemukan dan dimuseumkan di Belanda.

Uli Kozok adalah pionir yang telah memprakarsai dan telah membuat berbagai tulisan dalam menganalisis berbagai buku pustaha yang menggunakan Aksara Batak. Dia juga telah membuat satu software dalam bentuk file jar yang diberi nama Transtoba agar bisa mengalihbahasakan tulisan Latin ke Aksara Batak.

Untuk menggunakan Aksara Batak di komputer Anda, silahkan install font Aksara Batak di Komputer Anda. Dengan bantuan font ini, maka tulisan Anda di komputer bisa menggunakan Aksara Batak.

Untuk menghilangkan bunyi “a” pada ina ni surat digunakan tanda pangolat
Contoh

Untuk menghasilkan bunyi haborotan “u” digunakan huruf kapital yang bersangkutan
Contoh:

Beberapa aturan penulisan yang harus diperhatikan dalam menulis Aksara Batak adalah sebagai berikut:
1. Jika hatadingan “e” dan haluaan “o” adalah sebuah suku kata yang berdiri sendiri maka terlebih dahulu ditulis ina ni surat “a” lalu diikuti anak ni surat yang bersangkutan.
Contoh:
2. Jika “singkora” I dan “haborotan” U sebagai suku kata yang berdiri sendiri maka penulisan dapat berdiri sendiri.
Contoh:
3. Jika anak ni surat terletak di depan sebuah ina ni surat yang diikat oleh pangolat dalam satu suku kata, maka anak ni surat tersebut melekat pada ina ni surat yang di ikat pangolat

Contoh:


Perhatikan:
Kata ompung diatas terlebih dahulu dibagi suku katanya menjadi om – pung sehingga bunyi “o” melekat pada “ma” karena diikat oleh pangolat.


Perhatikan :
Kata doltuk terdiri dari suku kata dol – tuk sehingga bunyi “o” pada suku kata “dol” melekat pada “la” karena diikat oleh pangolat. Demikian juga bunyi “u” pada suku kata “tuk” melekat pada “ka” karena diikat oleh pangolat.


Perhatikan:
Kata “simanjuntak” terdiri dari suku kata si – man – jun –tak perhatikan penempatan bunyi bunyi “u” pada suku kata “jun” melekat pada “na” karena diikat oleh pangolat.

Tanda Silbe dan Opat Haloho

Silbe fungsinya untuk menandakan tanda sambung sebuah kata yang terpotong dalam sebuah baris kalimat

Opat Haloho berfungsi untuk menandakan berakhirnya sebuah topik/cerita.

Belajar Aksara Batak amatlah mudah. Ke-19 aksara yang ditambah beberapa tanda diakritik dapat cepat dipahami.

Aksara

Semua ina ni surat yang berupa konsonan berakhir dengan bunyi /a/ (bp bapa).

Karo Pakpak Simalungun. Toba Mandailing
a a a a a a
ha a a k h h
ka k k k k k
ba b b b b b
pa p p p p p
na n n n n n
wa w w w w v w
ga g g g g g
ja j j j j j
da d d d d d
ra r r r r r
ma m m m m m
ta t t t f t t
sa s s s s s
ya y y y y y
nga < < < < <
la l l l l l
nya [ [ [
ca c C c c
nda q
mba B
i I I I I I
u U U U U U

Tanda Diakritik (Anak ni surat)

Untuk menambah bunyi vokal, bunyi sengau dan bunyi /h/ serta untuk mematikan bunyi /a/ perlu ditambah beberapa tanda diakritik:

Karo Pakpak Simalungun Toba Mandiling.
-e Be Be
-e BE BE BE BE BE
-i Bi B= Bi Bi Bi Bi
-o Bo BO Bo Bo Bo Bo
-ou BO
-u Bu Bu Bu Bu Bu
-ng B^ B^ B^ B^ B^
-h Bh Bh Bh
B– B\ B– B\ B\

Bunyi /a/ ini dapat dihapus dengan menggunakan tanda mati yang berbentuk garis miring terbalik.: lk\lk\ laklak.

Bunyi /a/ yang melekat pada ina ni surat dapat diubah menjadi vokal lain dengan menambahkan anak ni surat. Huruf g /ga/ misalnya dapat diubah menjadi gE /ge/ seperti dalam kata bligE Balige.

Selain itu, ada dua diakritik yang menambahkan bunyi /ng/ atau /h/ pada ina ni surat, contohnya adalah b^kr Bangkara, atau rumh rumah [K].

Dua jenis diakritik dapat dikombinasikan: pti^ pating [K], reh reh [K]. Bila terdapat kombinasi dari anak ni surat yang letaknya di belakang ina ni surat (yakni i, u, atau e) dan anak ni surat /h/ atau /ng/ (yang terletak di atas-kanan ina ni surat) maka anak ni surat /h/ atau /ng/ agak bergeser ke kanan sehingga posisinya tepat di atas anak ni surat i, u, atau e.

Perlu dicatat bahwa aturan ini tidak selalu dipatuhi.

Pada suku kata tertutup yang terdiri dari urutan Konsonan – Vokal – Konsonan, anak ni surat yang menandai vokal selalu diletakkan di antara ina ni surat yang kedua dan tanda mati seperti terlihat pada contoh ini: gko\
gok; borti-
borit [S]; sni-tk-
sintak [K].

Aksara /a/ dan /h/

Menurut Voorhoeve , makna asli huruf a adalah /ha/ dan huruf k bermakna /ka/, tetapi dalam dialek-dialek selatan a selalu dieja /a/ dan k bermakna /ha/ atau /ka/. Pada kelompok Batak Utara, a selalu bermakna /a/ atau /ha/ dan k menjadi /ka/ seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

Karo aku
aku
Simalungun aK ahu
Pakpak aK
aku
Toba aK
ahu
Mandailing

Huruf a juga digunakan sebagai penopang vokal. Karena surat Batak hanya mengenal dua ina ni surat yang bermakna vokal, ialah /i/ dan /u/, maka huruf a dipakai bila vokal-vokal /e/, /e-pepet/, dan /o/ berada pada awal suku kata. Dengan demikian aE dibaca /e/, ao dibaca /o/ dan sebagainya: aEtkE\
etek, aakE\
aek, amo\P
ompu, ani\d
inda, aN\d^
undang (perihal kedua contoh terakhir lihat juga bab 7.3).

Aksara /i/ dan /u/

Aksara ina ni surat
I/i/ dan U/u/ hanya digunakan di awal suku kata terbuka (UL ulu, pI<to\ paingot). Bila sebuah suku kata tertutup diawali dengan bunyi [i] atau [u] maka vokal tersebut diwakili oleh kombinasi huruf a dan anak ni surat /i/ atau /u/ (aM\pm umpama, ani\D^ indung). Aturan ini juga berlaku bagi suku kata yang dimulai dengan vokal-vokal lainnya: (amo\P ompu, aolo olo, aems-
emas [K]).

*K Di surat Batak versi Karo, huruf I dan U boleh dipakai, boleh tidak. Di mana pun posisinya, I selalu dapat diganti dengan ai, dan U boleh diganti dengan au. Dengan demikian, kata iluh dapat ditulis ailuh atau Iluh. Di semua surat Batak lainnya terdapat kecenderungan untuk selalu menggunakan I dan U bila berada pada posisi awal suku kata terbuka.

Vokal Ganda dan Diftong – Aksara /w/ dan /y/

Karena fonem [y] dan [w] tidak terdapat pada bahasa Batak Toba, maka aksara /ya/ dan /wa/ tidak perlu bila menulis surat Batak versi Toba. Namun demikian, huruf y /y/ dan w /wa/ sering dipakai, juga dalam naskah-naskah Batak Toba, untuk menyambungkan dua vokal. Kata reak, misalnya, dapat ditulis reak\ atau reyk\ dan demikian juga terdapat varian Da (dua) dan Dw (duwa). Tidak jarang kita menjumpai kedua varian pada satu naskah.

Di Karo dan Simalungun vokal ganda selalu harus disambungkan dengan menggunakan w dan y. Dalam surat Batak versi Karo, kata sea selalu ditulis sEy (seya) dan tidak pernah sEa (sea); demikian juga dengan kata dua yang harus ditulis duw.

Di semua surat Batak, w dipakai untuk menyambung vokal ganda yang dimulai dengan vokal /u/ atau /o/ (yakni ua, oa, oe, dan ue), sedangkan y menyambung vokal ganda yang berawal /e/ atau /i/ (yakni ia, io, ea, dan eo).

*K Di Karo, diftong [ai] biasanya ditulis /e/: kata nai biasanya ditulis nE (ne), tetapi kadang-kadang varian nyi (nayi) digunakan juga. Setahu saya, kebiasaan ini hanya ada di Karo, sedangkan dalam naskah-naskah Toba dan Mandailing diftong [ai] seperti dalam contoh kata sai selalu ditulis sai (sai), dan dalam hal ini s mewakili /sa/ dan ai /i/.

Diftong [au] tidak lazim digunakan di Karo. Di antara beberapa kata yang menggunakan diftong [au] terdapat kata lau (air, sungai) dan laut (laut). Dalam naskah-naskah Karo, lau selalu ditulis layo, dan laut selalu ditulis lawit. Dalam naskah Toba dan Mandailing, diftong /au/ selalu ditulis seperti dalam kata saT\, yaitu s /sa/ – aT\ /ut/.

*S Pada naskah Simalungun huruf w dan y sering digunakan untuk menulis kata yang berawal vokal. Dengan demikian, ulang sering ditulis wulang, dan on ditulis won. Kata yang berawal bunyi /i/ dan /e/ juga sering ditulis dengan y.

Diftong [ei] sering terdapat dalam bahasa Simalungun, misalnya dalam kata atei atau tarsulei. Kedua kata ini biasa ditulis atE
ate dan tr-SlE
tarsule. Kadang-kadang huruf /ya/ dipakai untuk menambah vokal /i/: atEyi
atei, tr-SlEyi, tarsulei.

Nasalisasi dan aksara /mba/ dan /nda/ (K)

Salah satu ciri khas surat Batak versi Karo adalah bahwa bunyi sengau [m], [n], dan [ng] yang terdapat sebelum konsonan /b/, /c/, /d/, /g/, /j/, /k/, dan /p/ tidak ditulis. Dengan demikian, kata panta selalu ditulis pt. Demikian juga dengan kata tonggal yang selalu ditulis togal, banci menjadi baci, nangkih menjadi nakih, sampur menjadi sapur dan sebagainya:

banci
=baci
bci tonggal
=togal
togl-
nande
=nade
ndE lanja
=laja
lj
sampur
=sapur
spru- tangkal
=takal
tkl-

Demikian juga dengan kata nande yang sering ditulis nade, dan kata mambur yang sering ditulis mabur walaupun terdapat aksara /nda/ dan /mba/. Tingkat penggunaan kedua aksara tersebut tidak terlalu tinggi. Hanya sekitar 40% naskah Karo yang menggunakan aksara itu. Kemungkinan besar kedua aksara tersebut masih relatif baru, meskipun telah digunakan pada naskah Karo yang paling lama. Perlu dicatat bahwa umur naskah-naskah Karo yang berada di museum-museum di dalam dan di luar negeri jarang melebihi 120 tahun.

Kendala Morfemik

Seperti sudah disebut di atas, surat Batak sebenarnya bukan abjad karena tidak benar-benar fonetis. Hal itu juga tampak dari kenyataan bahwa hanya seorang yang mengetahui bahasanya dapat menulis surat Batak. Jika kita disuruh menulis kata marina dengan menggunakan huruf Latin, kita dapat melaksanakan hal itu dan bisa menulis kata yang diucapkan tadi tanpa kesalahan walaupun kita tidak mengerti katanya. Ialah karena abjad Latin pada hakikatnya fonetis.

Lain halnya jika kita disuruh menulis kata yang sama dengan surat Batak. Jika kita tidak menguasai bahasa Batak Toba, tentu kita akan menulis mrin karena kita tidak tahu bahwa kata marina terdiri atas dua morfem yakni awalan {mar} dan kata dasar {ina}. Struktur morfemik inilah yang turut mempengaruhi cara menulis surat Batak, dan ada kecenderungan untuk menandai batas-batas morfemis dengan menulis mr\In Demikian juga dengan kata taringot
tr\I<to\ atau parulian
pr\Ulian\. Perlu dicatat, bahwa aturan ini tidak selalu diperhatikan oleh penulis naskah-naskah Batak. Cukup banyak naskah yang menulis kata maringan
mri<n\ dan bukan mr\I<n\.

Konsonan ganda

*KP Dalam bahasa Karo dan Pakpak terdapat banyak kata yang mempunyai struktur KVKVK di mana vokal pertama merupakan pepet (e lemah). Dalam hal ini, konsonan yang mengikuti pepet itu dapat dieja ganda: misalnya kata belin ‘besar’ bila diucapkan pelan-pelan ejaan menjadi bel-lin. Dengan demikian, struktur kata sebenarnya bukan KVKVK, melainkan terdiri dari dua suku kata yang masing-masing berbunyi KVK. Penulisannya bisa belni-
belin atau ble-lni-
bellin. Contoh lain adalah: be-ne dan ben-ne, te-mbe dan tem-mbe dan sebagainya. Penggandaan konsonan seperti itu adalah gejala yang umum sekali dalam naskah Pakpak dan Karo.

Awalan -er

*K Pada naskah Karo awalan er- selalu menjadi re-, misalnya erkeriken ditulis rekeriken. Hanya pada beberapa naskah saja terdapat bentuk are-kerikne- (herkeriken).

Sumber: Ulli Kozok & FB

Janner Simarmata

Dr. Janner Simarmata, S.T., M.Kom. (C.SP., C.BMC., C.DMP., C.PI., C.PKIR., C.SF., C.PDM., C.SEM., C.COM., C.SI., C.SY., C.STMI INT'l., CBPA., C.WI.) Humas DPP Punguan Pomparan Ompu Simataraja Raja Simarmata Dohot Boruna Se Indonesia, di mana sebelumnya adalah Ketua Bidang Infokom DPP diperiode kepengurusan tahun 2008-2012, 2012-2016 dan 2016-2023. Dia juga yang mengelola website SIMARMATA.OR.ID sejak tahun 2008-2022, kini diangkat menjadi Dewan Pakar DPP.

Artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back to top button